MAKALAH MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMUM
MAKALAH
MASYARAKAT MADANI DAN
KESEJAHTERAAN UMUM
Dosen Pengampu: Diah Retna Yulianti, S.Hi, M.Pd.I
Disusun oleh: Kelompok 10
1. Ayu Kurniawati 1622211008
2. Farihah 1622211073
3. Achmad Sukron 1622211076
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI BANGKALAN
PENDIDIKAN EKONOMI
2017
Kata Pengantar
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang
atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umum”.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah
ini, khususnya kepada Dosen pengampu yang telah memberikan tugas dan petunjuk
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini,
sumber daya manusia (SDM) menjadi hal yang begitu penting. Zaman yang penuh
dengan persaingan yang sarat kebebasan, memaksa umat manusia terus selalu
bersaing menjadi yang terbaik. Hal ini terjadi di berbagai belahan dunia,di
negara-nagara berkembang maupun negara-negara maju tak terkcuali Indonesia.
Lebih
lanjut, dalam upaya klasifikasi dan telaah, mulai muncul istilah masyarakat
madani. Istilah ini menjadi bentuk standar bagi kualitas sebuah komunitas yang
pada kelanjutannya, masyarakat madani dipandang sebagai “sisi positif” bentuk
peradaban dunia yang diimpikasikan, khususnya umat muslim yang mengimpikasikan
sistem pemerintahan zaman Rasulullah SAW yakni di kota Madina. Dimana sistem
pemerintahan dewasa ini khusunya di negara-negara yang penduduknya bermayoritas
muslim atau di negara-negara Timur Tengah kerap kali tidak mengedepankan kemaslahatan umat
atau sering kali masyarakat kalangan menengah kebawah atau lebih
dikenal miskin seringkali mengalami penindasan-penindasan maupun konflik
horisontal di akibatkan karena bagaimana rakyat miskin untuk saling bersaing
untuk mempertahankan hidup. Tidak kalah penting juga bahwa pemerintah, kaum
konglomerat, pengusaha, bankir internasional, meletakan kaum miskin sebagai
tempat memperkaya diri, keluarga dan golongan-golongan elit terpandang di mata
mereka. Dalam hal ini Penulis mengangkat judul makalah “MASYARAKAT MADANI
DAN KESEJAHTERAAN UMUM” sebagai bentuk usaha dan perjuangan meletakan
dasar-dasar nilai pergerakan membangun kesadaran diri sendiri, umat muslim sedunia
maupun masyarakat dunia untuk mengedepankan kemaslahatan umat sebagai
misi atau cita-cita bersama membentuk peradaban bangsa-bangsa yang beradab,
makmur dan sejahtera.
B. Rumusan Masalah
- Apa pengertian Masyarakat Madani?
2.
Bagaimana
Konsep Masyarakat Madani?
3.
Apa Saja
Karakteristik Masyarakat Madani?
4.
Bagaimana
Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani?
5.
Bagaimana
Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umum?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Pengertian Masyarakat Madani
2.
Untuk
mengetahui Konsep Masyarakat Madani
3.
Untuk
mengetahui Karakteristik Masyarakat Madani
4.
Untu
mengathui Bagaimana Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
5.
Untuk
mengetahui bagaimana Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan adanya Masyarakat
Madani
Pengertian
Masyarakat Madani
Kata madani sendiri berasal dari bahasa Inggris yang artinya civil
atau civilized (beradab). Istilah masyarakat madani adalah terjemahan
dari civil atau civilized society, yang berarti masyarakat yang berperadaban. Untuk
pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani
merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif
dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan
pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan
individu.
Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses
penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Dawam
menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi
sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari
konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu
persaudaraan. Masyarakat Madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat
yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi,
berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki
bandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui,
emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang
demokratis.
Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan melindungi warga
negara dari perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan. Bahkan Masyarakat
madani tiang utama kehidupan politik yang demokratis. Sebab masyarakat madani tidak saja
melindungi warga negara dalam berhadapan dengan negara, tetapi juga merumuskan
dan menyuarakan aspirasi masyarakat.
Gambaran
Masyarakat madani yang dijelaskan dalam Dalam Al Qur’an Surat Saba’ ayat 15: لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ
جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (١٥)
“Sesungguhnya bagi kaum Saba´ ada
tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di
sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah
olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun".
B. Konsep
Masyarakat Madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan
penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Pemaknaan civil society
sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah
yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi
historis ketidak bersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim
modern.
Makna Civil Society adalah
“Masyarakat sipil”. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah
pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan
kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society
pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil
society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes.
Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu
mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry
Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil
Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah
istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”.
Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan
masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di
masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara
keduanya.
Perbedaan
lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan
buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans, (gerakan
masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan), sehingga civil society mempunyai
moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat
madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini
Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka,
egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang
bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Masyarakat Madani Dalam Sejarah
Ada dua masyarakat dalam sejarah
yang terdokumentasi sebagai masyarakt madani, yaitu :
1. Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi
Sulaiman. Nama Saba’ yang terdapat dalam Al Qur’an itu bahkan dijadikan nama
salah satu surat Al Qur’an, yaitu surat ke-34. Keadaan masyarakat Saba’ yang
dikisahkan dalam Al Qur’an itu mendiami negeri yang baik, yang subur dan
nyaman. Di tempat itu terdapat kebun dengan tanamannya yang subur, yang
menyediakan rizki, memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Negeri yang indah
itu merupakan wujud dari kasih sayang Allah yang disediakan bagi masyarakat
Saba’. Allah juga Maha Pengampun apabila terjadi kealpaan pada masyarakat
tersebut. Karena itu, Allah memerintahkan masyarakat Saba’ untuk bersyukur
kepada Allah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Kisah keadaan
masyarakat Saba’ ini sangat populer dengan ungkapan Al Qur’an Baldatun
thayyibatun wa Rabbun ghafuur.
2. Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian
Rasulullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi
dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Madinah adalah nama kota di
Negara Arab Saudi , tempat yanag didiami Rasulullah SAW sampai akhir hayat
beliau sesudah hijrah. Kota itu sangat populer, karena menjadi pusat lahir dan
berkembangnya agama Islam setelah Mekkah. Di kota itu pertama kali Rasulullah
SAW membangun masjid yang dikenal dengan nama masjid Nabawi.
Perjanjian
Madinah berisi kesepakatan ke tiga unsure masyarakat untuk saling
tolong-menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al
Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin dengan
ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan kepada
penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya.
C. Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani,
diantaranya:
1. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah
masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum
Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
2.
Terintegrasinya
individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui
kontrak sosial dan aliansi sosial.
3. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan
yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
4. Dilengkapinya program-program pembangunan yang
didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
5. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan
negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
6. Tumbuh kembangnya
kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
7. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust)
sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
8. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan
lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik
secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal
individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak
lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa
terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut
memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan
untuk umat manusia.
14. Berakhlak mulia.
Syarat –
Syarat Masyarakat Madani sbb:
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan
kelompok dalam masyarakat.
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal
sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan
tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar
kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang
pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan
sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat
dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu
kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat
serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan
lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan
berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara
jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan
komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka
masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan
terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan
faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia.
Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses
mewujudkan masyarakat madani. Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang
dengan semangat negara-bangsa, Adapun rambu – rambunya antara lain:
1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya
ingin mengganti proto tipe
pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang terjadi kemudian
malah terjebak ke dalam faham lokalisme yang mengagungkan mitos-mitos
kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip nasionalisme, meritokrasi dan keadilan
sosial.
2.
Pluralisme
versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara berbagai
kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas
dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka
tanpa prasangka dan permusuhan. Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter
etnis, pluralisme budaya berjuang untuk memelihara integritas budaya.
Pluralisme menghindari penyeragaman. Karena, seperti kata Kleden (2000:5),
“…penyeragaman adalah kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat
dan terhadap potensi manusia.” Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi
yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya.
Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara
genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras
memiliki tiga tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada
tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada
tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan
perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara
struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial
memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga
lainnya.
3. Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada
pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau kelas sosial berdasarkan
kekayaan, kekuasaan dan prestise. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki
kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang
lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang
ada dalam masyarakat.
D. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam kontek masyarakat Indonesia, dimana umat islam
adalah mayoritas, peranan umat islam untuk mewujudkan masyarakat madani sangat
menentukan. Kondisi masyarakat Indonesia sangat bergantung pada kontribusi yang
diberikan oleh umat islam. Peranan umat islam itu dapat direalisasikan melalui
jalur hukum, sosial-politik, ekonomi dan yang lain. Sistem hukum,
sosial-politik, ekonomi dan yang lain di Indonesia, memberikan ruang untuk
menyalurkan aspirasinya secara kontruktif bagi kepentingan bangsa secara
keseluruhan.
Permasalahan
pokok yang masih menjadi kendala saat ini adalah kemampuan dan konsistensi umat
islam Indonesia terhadap karakter dasarnya untuk mengimplementasikan ajaran
islam dalam kehidupan berbansga dan bernegara melalui jalur-jalur yang ada.
Sekalipun umat Islam secara kuantitatif mayoritas, tetapi secara kualitatif
masih rendah sehingga perlu pemberdayaan secara sistematis.Sikap amar ma’ruf
nahi munkar juga masih sangat lemah. Hal itu dapat dilihat dari fenomena-fenomena sosial
yang bertentangan di semua sektor, kurangnya rasa aman, dan lain sebagainya.
Bila umat islam Indonesia benar-benar mencerminkan sikap hidup yang Islami,
pasti bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera.
Dalam sejarah Islam, realisasi
keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah.
Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu
pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang
lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama
ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam
al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
1.
Kualitas SDM
Umat Islam
Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ
مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan
bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang
Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan
kualitas SDMnya dibanding
umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an
itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
2.
Posisi Umat
Islam
SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan
kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang
politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu
menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih
dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan
peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum
Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai
Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.
E. Sistem
Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umum
Menurut ajaran Islam, semua kegiatan
umat Islam, termasuk kegiatan sosial ekonominya harus berlandaskan pada tauhid
(Keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan antara seseorang dengan orang lain
dan penghasilannya yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid, adalah ikatan atau
hubungan yang tidak Islami. Dengan demikian, realitas dari adanya hak milik
mutlak tidak dapat diterima dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkari
tauhid. Menurut ajaran Islam, hak milik mutlak hanya ada pada Allah saja. Hal
ini berarti bahwa, hak milik yang ada pada manusia hanyalah hak milik nisbi
atau relative. Menurut ajaran Islam, setiap individu bisa menjadi pemilik apa
yang diperolehnya melalui bekerja dalam arti yang seluas-luasnya. Manusia
berhak untuk mempertukarkan hak itu dalam batas-batas yang telah ditentukan
secara khusus dalam hukum Islam. Persyaratan-persyaratan dan batas-batas hak
milik dalam Islam sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan system
keadilan dan dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya. Hak milik
perorangan didasarkan atas kebebasan individu yang wajar dan kodrati, sedangkan
kerjasama didasarkan atas kebutuhan dan kepentingan bersama. Menurut ajaran
Islam, manfaat dan kebutuhan akan materi adalah untuk kesejahteraan seluruh
umat manusia, bukan hanya sekelompok manusia saja.
Dalam ajaran Islam terdapat pula
prinsip utama, yaitu :
a. Tidak
seorangpun ataupun sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain
b. Tidak ada
sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk
membatasi kegiatan sosial ekonomi dikalangan mereka saja.
Dengan demikian, seorang muslim harus mempunyai
keyakinan, bahwa perekonomian suatu kelompok, bangsa maupun individu pada
akhirnya kembali berada di tangan Allah. Jika seseorang memiliki keyakinan yang
demikian, dirinya tidak akan diperbudak oleh keduniaan.
Islam memandang umat manusia sebagai
satu keluarga, maka setiap manusia adalah sama derajatnya di mata Allah dan di
depan hokum yang diwahyukannya. Untuk merealisasi kekeluargaan dan kebersamaan
tersebut, harus ada kerjasama dan tolong-menolong. Konsep persaudaraan dan
perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah
ada artinya, kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang memungkinkan
setiap orang memperoleh hak atas sumbangannya terhadap masyarakat. Agar supaya
tidak ada eksploitasi yang dilakukan sesorang terhadap orang lain, maka Allah
melarang umat Islam memakan hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam QS. 26
(al-Syu’ara) : 183.
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ
مُفْسِدِينَ
Artinya: Dan
janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan;
Dengan kominten Islam yang khas dan
mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi dan sosial, maka ketidak
adilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan Islam. Akan tetapi,
konsep keadilan Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta
konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua
orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang kontribusinya dalam masyarakat.
Islam meberikan toleransi ketidak samaan pendapatan sampai tingkat tertentu,
karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam
masyarakat. Disebutkan dalam QS. 16 (Al-Nahl) : 71.
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ ۚ فَمَا
الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَىٰ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ
فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ ۚ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ
Artinya: Dan
Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki,
tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki
mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki
itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?
Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh
menikmati penghasilannya sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau
kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Allah, atau
diinvestasikan kembali dalam suatu usaha yang akan mendatangkan keuntungan,
lapangan kerja dan penghasilan bagi orang lain. Sedekah sudah ada sepanjang
sejarah kehidupan umat manusia. Semua agama dan sistem etika memandang amal itu
sebagai suatu amal yang tinggi, dan Islam melanjutkan tradisi tersebut. Banyak
ayat Al Qur’an yang mendorong manusia untuk beramal sedekah, antara lain adalah
QS. 4 (Al-Nisa’) : 114.
لَا
خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ
مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْيَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ
مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: Tidak ada
kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar.
Selain sedekah dalam ajaran Islam masih ada
bebrapa lembaga yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan harta kekayaan
seseorang, yakni infak, hibah, zakat, dan wakaf.
Dalam ajaran Islam, ada dua dimensi
utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah, dan
hubungan manusia dengan manusia lain serta makhluk lain. Kedua hubungan itu
harus berjalan serentak. Menurut ajaran Islam, dengan melaksanakan kedua
hubungan itu hidup manusia akan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat
kelak. Lembaga-lembaga ekonomi Islam, zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf,
dimaksudkan untuk menjembatani dan memperdekat hubungan sesame manusia,
terutama hubungan antara kelompok yang kuat dengan kelompok yang lemah, antara
yang kaya dan yang miskin.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Untuk mewujudkan masyarakat madani
dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus
supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga
harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat
sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan
berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi
yang ada di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan
kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan
oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus
mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana
cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa
saja yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman
Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat
madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat,
khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung
kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang
dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula
hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang
kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh
karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui
latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
B. SARAN
Kesejahteraan
merupakan keinginan bagi setiap manusia maka hendaknya setiap orang berusaha
untuk mewujudkan masyarakat madani sehingga kesejahteraan akan tercipta pula.
Daftar Pustaka
-
Manan Abdul
dan Qulub Syifaul, A 2010, Pendidikan
Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, Perum Agung Blok G2 – 12: Sidorjo
-
Suito, Deny.
2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia:
Jakarta.
-
Bakhtiar
Nurhasanah 2013, Pendidikan Agama Islam
di Perguruan Tinggi Negeri, Aswaja Pressindo: Yogyakarta
-
Jurnal
Masyarakat Madani
-
Jurnal
Sistem Ekonomi dan Kesejahteraan Umum
-
http://fixguy.wordpress.com/makalah-masyarakat-madani/ (16 November 2011)
Komentar
Posting Komentar